Minggu, 06 Juni 2010

IDENTITAS KEAGAMAAN ISLAM MADURAIS

IDENTITAS KEAGAMAAN ISLAM MADURAIS
Oleh : Nur Kholis Sahju
Madura dapat diidentikkan dengan Islam, meskipun tidak seluruhnya masyarakat Madura memeluk Islam, tetapi Islam telah menjadi bagian dari identitas etnik. Stigma masyarakat Madura sebagai “masyarakat santri” sangat kuat. Menjadi haji misalnya, merupakan impian setiap orang Madura, dan mereka akan berusaha keras untuk mewujudkannya seolah-olah “kesempurnaan hidup”
.
Dengan demikian, sebagai orang Madura, Islam tidak hanya berfungsi sebagai Referensi kelakuan sosial dalam kehidupan bermasyarakat di Madura. Akan tetapi Islam juga merupakan salah satu unsur penanda identitas etnik Madura. Dalam perspektif antropologis, antara (agama) Islam dan orang Madura merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kedua unsur tersebut saling menentukan dan keanggotaan seseorang dalam kelompok etnik Madura sangat ditentukan oleh kesetaraan identitas Islam pada orang tersebut. Artinya jika orang Madura tersebut tidak lagi memeluk agama Islam, maka ia tidak dapat lagi disebut sebagai orang Madura. Semisal ada sebuah contoh di daerah Blega, ada perempuan Madura yang kawin dengan orang Bali kemudian sang perempuan tadi pindah agama memeluk agama yang diyakini suaminya, yakni agama Hindu, maka sampai sekarang si perempuan tersebut terbuang dari jalur keluarga Madura. Ada apa dengan agama sehingga bisa memutuskan hubungan kekeluargaan? Orang Madura lebih bisa menerima ketika sanak keluarganya kawin dengan etnis, ras, golongan lain Madura, dari pada ada sanak keluarganya kawin dengan orang yang beda Agama (Non Muslim). menentangnya. Sehingga banyak program pembangunan yang terhambat karena masyarakat tidak setuju, seperti rencana pemerintah untuk membangun waduk di Blega. Karena alasan ada areal tanah yang dikramatkan seperti makam leluhur (buju’) dianggap sakral oleh masyarakat setempat. Maka penolakan itu terjadi. Kasus penolakan yang sama juga pernah terjadi pada tahun 90an, yakni penolakan terhadap pembangunan jembatan suramadu. Dari kalangan ulama Madura yang tergabung dalam wadah (Ulama Basra) menilai bahwa pada suatu saat adanya jembatan suramadu akan merusak moral masyarakat Madura. Akan tetapi saat ini jembatan suramadu itu sudah mulai dilakukan pembangunannya dan ditargetkan 2008 sudah selesai. Apakah nasib pembangunan waduk juga akan seperti itu? hanya waktu yang akan bicara.
Kita bisa melihat kondisi sosial yang ada, hampir tidak kita temukan penganut agama lain melakukan kegiatan-kegiatan keagaman sesuai keyakinannya. Agama Islam sudah meresap dan mewarnai pola kehidupan sosial seperti tampak dalam cara berpakaian. Mereka (kaum lelaki) selalu mengenakan songko’ (kopyah) dan sarung, terutama pada saat menghadiri upacara ritual, shalat, bepergian, atau menerima tamu yang belum dikenal.
Menonjolnya ciri keislaman orang Madura itu ditandai pula oleh banyaknya pondok pesantren. Lembaga itu menjadi tujuan utama dalam menentukan pendidikan keagamaan. Namun, dalam katagori tertentu, Islam Madura tidak dianggap Islam murni, tetapi disebut “Islam lokal” yaitu Islam yang bercampur adat, seperti abagan atau agama adam di jawa,(Geertz, 1989)
Dalam sejarah Madura, awal mula terjadi proses Islamisasi tidak terlepas dengan sistem kerajaan yang ada, jauh sebelum bangsa ini mengatasnamakan Indonesia sebagai negara kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).


ISLAM MADURA DI TEGAH ARUS GLOBALISASI
Agama Islam di Madura tetap menjadi identitas yang melekat bagi masyarakat walaupun di tegah derasnya arus globalisasi. Tidak heran jika ada misi globalisasi sedikit saja bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam menurut pemahaman mereka, maka akan menyulut kemarahan masyarakat untuk menolak dan
dalam ranah pendidikan ada lembaga pendidikan Pondok Pesantren yang kajian keilmuanya fokus terhadap masalah-masalah agama Islam di bawah asuhan Kyai (Ulama’). Sehingga Kyai yang ada di Madura merupakan tokoh yang paling dihormati oleh masyarakat, melebihi pemimpin-pemimpin yang lain. Penghormatan terhadap kyai oleh masyarakat Madura sangat luar biasa, karena kyai dianggap dekat dengan kesucian agama Islam sehingga dihormati dan diteladani oleh masyarakat Madura. Madura merupa-kan selat kecil yang terdiri dari empat kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pame-kasan dan Sumenep. Empat Kabupaten tersebut

Dalam kehidupan masyarakat Madura, kedudukan dan peran kyai sangat besar pengaruhnya melampaui batas pengaruh institusi-institusi kepemimpinan lain, termasuk kepemimpinan dalam birokrasi pemerintahan. Dalam urusan kehidupan sehari-hari, kyai menjadi tempat pengaduan terhadap berbagai urusan masyarakat, seperti masalah perjodohan, pengobatan penyakit, mencari rizki, mendirikan rumah, mencari pekerjaan, karir dan lain sebagainya. Seiring dengan berkembangnya pembangunan di Madura berkembang pula, pola pemahaman masyarakat Madura terhadap keislaman, semisal patronasi kyai sebagai tokoh agama yang Transenden, lambat laun sudah
mulai terkikis, ketika kyai tersebut sudah mulai turun gunung dalam artian terlibat langsung pada politik praksis seperti aktif di partai politik tertentu, karena seringkali kyai jenis ini melakukan kampaye parpolnya dengan membawa-bawa nama agama untuk meraup massa sebanyak-banyaknya.Apabila model kampanye seperti ini terus dilakukan maka siap-siaplah sang kyai tersebut lambat laun akan terkikis popularitasnya sebagai tokoh agama

ISLAM SEBAGAI BUDAYA
Berangkat dari sabda Nabi Muhammad SAW bahwa manusia lahir dalam keadaan fitrah.Oleh krena itu bergantung kedua orang tuanya si anak bergama Islam, Majusi dan lain-lain. Sabda diatas cukup meberikan gambaran terhadap masyarakat Madura terkait dengan keislaman seseorang. Senada dengan jalannya keberlangsungan hidup para orang tua yang ada (madura) proteksi pendidikan anak juga dijaga, dalam artian diarahkan pada pendidikan Islam, tepatnya lembaga pendidikan pesantren. Sehingga seorang anak akan terarahkan secara tauhidiyah hanya bertuhankan Allah SWT dan memeluk agama Islam. Berangkat dari prokteksi orang tua itu maka sang anak akan punya keyakinan satu dalam beragama, yakni Islam. Seperti disebutkan dalam Al-Quran, Agama
yang paling benar adalah agama Islam. Model pemahaman yang seperti di atas, akan merajut dalam aplikasi keberagamaan yang diimplementasikan di kehidupan sehari-hari, sehingga tidak jarang ada jalinan akulturasi antara budaya lokal dan agama yang bersifat sakral dalam konteks akplikasi dalam kehidupan sehari-hari.
Jika kita coba melihat ranah simbol budaya dengan model bangunan rumah orang madura, khususnya yang berada di desa, hampir setiap rumah orang Madura memiliki bangunan “langgar” atau surau sebagai tempat keluarga melakukan ibadah sholat. Lokasinya selalu berada di ujung barat ha-laman rumah. Bagian arah barat ini menegaskan sebagai simbolisasi lokasi ka’bah yang merupakan kiblat orang Islam ketika melaksanakan ibadah sholat. Karena Islam telah menjadi bagian dari identitas etnis Madura. Identitas keagamaan Islam yang kuat di kalangan masyarakat Madura berakar dari proses pengislaman penduduk lokal meluas dan intensif sejak pertengahan abab ke 16 ketika raja-raja lokal di Madura mulai memeluk agama Islam. Sejalan dengan mening katnya intensitas perdagangan antar wilayah pada masa lalu, penyebaran agama Islam di Madura juga meningkat pesat (red: Sejarah Madura).
Mencari konsep keagamaan Islam Maduranis. kita juga harus melihat sejarah bangsa ini sebelum pra kemerdekaan. Pada saat itu Indonesia yang kita cintai ini terdiri dari kerajaan-kerajan kecil di setiap daerah, tidak terkecuali Madura. Yang jelas secara historisitas awal mulanya masyarakat Madura penganut agama Hindu, yaitu agama yang dianut oleh kerajaan terdahulu sebelum Islam masuk dan berkembang di Madura. Pada periode kerajaan-kerajaan Nusantara, Madura berturut-turut berada di bawah kekuasaan kerajaan Jawa, yaitu Kediri, Singosari, Majapahit, Demak, dan Mataram (Sejarah Madura: oleh Zainal Fatah 1951).
Penguasaan Madura oleh kerajaan-kerajan Jawa tersebut tentu mempunyai pengaruh yang besar bagi masyarakat Madura. Adapun pengaruh yang paling terasa hingga saat ini adalah kerajaan Mataram, pengaruh budaya Jawa di Madura semakin mengakar, terutama dengan ditempatkannya panglima pasukan Jawa Tumenggung Anggadipa sebagai penguasa Sumenep dan penerimaan rakyat Sumenep terhadap kepemimpinannya. (Andang Subaharianto dkk. Tantangan Industrialisai Madura: 35-36.2004).[ ]

1 komentar:

  1. Playtech casino games - drmcd
    Playtech 경상남도 출장안마 slots and roulette 계룡 출장안마 on the Playtech 충청북도 출장마사지 casino mobile app and 대전광역 출장마사지 get exclusive bonuses! Top Slot 용인 출장샵 Machines, RTP Games and Playtech Roulette Mobile

    BalasHapus